Prosa

Menipu Cacing yang Merindu

Di depanku ada bakwan sayur, di belakangku ada sandaran,

Di atap ada pantulan cahaya matahari,

Sedangkan di kamar mandi sedang ada cacing yg mencari jalan keluar…

 

Kau bilang kangen padaku..

Tapi aku kecewa..

Kau bawa padaku sekilo…

sedangkan aku berharap ada rindu sepuluh kilo..

 

Jangankan sepuluh kilo..

Ini seratus kilo sedang ditimbang

Tunggu saatnya datang

Walau tak tahu waktunya

 

Halah, gombel!

Eh, gombal!

Sik, tak cari sandal!

Nggo nguntal dia penyebab kangen!

 

Mbal, Mbal, Mbal.

Aku sebut namamu dalam diam.

Berpaling kanan ada tulisan kamar mandi dalam.

Aku pikir kangen itu adalah suasana ketika kamar mandi ada di luar.

 

Duh aduh aduh

Katanya kangen itu rindu

Tapi yang aku terima hanyalah abu

Abu berwarna kelabu yang selimuti kalbu

Padahal aku penyuka ungu

 

Jadi,

Benarkah kau rindu padaku?

Hai kamu! Iya, kamu!

 

Aku? Kau tanya padaku?

Rinduku tersangkut di dahan randu

Dipatuk ratusan burung tubuhku luka membiru

Menunggu angin wujudkan harap bertemu

 

di langit ada matahari

di sini ada matahati

padamu ada rinduku

padaku ada utangmu

 

Urusan rindu belum kelar

kenapa kau bawa segala utang padaku

dasar kamu si gombal gambel

 

Duh, Mbel, Mbel, Mbel

Aku kira utang sudah lunas

Ternyata rindu tak cukup menebus utang

Bagaimana kalau utang dikawinkan dengan rindu?

 

Akan kah rindu masih berwarna ungu?

Atau, masih kah luka berwarna biru?

 

Aku menunggu….

Entah abu-abu, ungu atau membiru

Tidak usah menunggu

Karena rinduku hanya tipu-tipu

Rasaku telah melanglang

Dibawa tang utang yang tak berbunyi klontang klontang

 

Aku menunggu.

Mencoba menghidupkan diri sendiri

Aku menunggu bunyi kemlonthang

Aku menunggu perempuan penagih hutang

Aku menunggumu yang tak pernah datang tanpa kutang

 

Aku masih menunggu karena aku langsung jatuh cinta.. lalu berharap cemas

Aku tidak sedang menunggu  sesuatu yang akan pergi meninggalkanku dengan sunyi..

 

Seringkali aku pergi dengan sunyi,

Sebab deburan angin malam pun menculikku dalam sunyi…

 

Aku ingin masih menunggu meski tidak ingin menunggu lagi

Dan setelah aku putuskan tak lagi menunggu, kau justru berkabar melalui angin selatan yang menampar hingar. Aku terkapar…

Tapi, “Tidak”!

” Berhenti!”

Aku katakan kepada hati

Agar rindu itu henti sampai di sini

Aku lelah merindu,

Tubuhku dalam dekapnya, tapi hatiku masih milik si Gombal Gambel!

Tolong, sudahi rindu ini!

 

Pertolongan pertama tidak pada kecelakaan

Dia bukan juru obat atau dukun sirep

Dia hanya suka menunggu, menerkam saat gelap, lalu tertawa, dengan pongah berkata, “Aku ndlahom.”

 

Ndlahomlah sesukamu

Karena ndlahom itu engkau tampak ganteng

Seganteng genteng rumah tetangga

Eh kok sampe genteng dibawa

 

Tobat tobat.

Kendlahoman macam apa ini?

Sesaat rindu, sesaat sendu, sesaat bercumbu

Edan!

 

Edanmu itu jadi racunku

Meracuni jiwa yang sedang sendu

Sendu mencumbu rindu

Wis wis wis

Gendheng tenan!

 

Plak jedung dung, suara ketipung bertalu-talu

Hokya hok e, hokyahok e, suara penari merayu-rayu

Cacing-cacing di dinding, aku katakan padamu

Aku yang merindu, aku yang menunggu

Aku yang mencumbu, aku yang tersipu

Tresnaku setya lan tuhu, lahir batin aku memang menipu.

 

 

Dalam jaringan, 09 09 24.

Yang Senapas

Leave a Comment